Thursday, December 25, 2008
Probolinggo, 27 Desember 2008. 3.40 AM
Bromo sayang, kamu pasti sedang lelap saat ini. Aku gak mau bangunin kamu, tapi aku Cuma ingin bilang, langitnya indah sekali malam ini. Aku pengen banget kamu bisa disini ngeliat indahnya hamparan bintang yang bersinar terang sekali. Seperti mata kamu yang selalu membuatku jatuh cinta.
Percaya gak? Malam ini, pertama dalam hidupku yang kulewatkan sebagian besarnya di kota besar, aku melihat milky way! Galaksi kita… aku mengerti kenapa itu disebut tumpahan susu… karena memang bintang-bintangnya indah begitu banyak seperti tumpah dari dada seorang ibu yang tulus memberikan napas kehidupan. Indah sekali.
Aku juga bisa melihat merkurius di bagian selatannya, karena fajar akan segera merekah. Sehingga bintang-bintang pun perlahan berlalu ke selatan. Aku naik semakin tinggi. Udaranya dingin.. tapi tenang.. aku bawa jaket kok. Gak kaya kamu yang sering lupa pake jaket, padahal di sana dingin.
Rasanya gak bosan-bosan melihat langit yang hampir luruh. Kanan kiriku masih gelap gulita, tapi aku bisa melihat matamu dalam kegelapan. Mengamati aku ketika aku akhirnya sedikit terlelap karena lelah.
Kamu tau? Jika satu bintang di atas sana bisa aku bawa pulang. Aku bawakan untuk kamu… disana.. bisa gak kamu melihat apa yang kulihat sekarang? Hamparan bintang terindah yang pernah aku lihat seumur hidupku. Aku berdoa… Tuhan bawa aku ke puncak Bromo, tunjukkan aku lagi kebesaranMu. Bintang ini belum cukup membuatku puas… dan aku pun terlelap ketika lautan bintang itu mulai tertutup cemara-cemara rapat ketika kami mulai memasuki cemoro lawang…pintu cemara yang menyembunyikan bromo di balik tirainya, menyiapkan kejutan yang indah untuk aku.
Bromo, 27 Desember 2008 4.47 AM
Kamu juga pasti masih tidur sekarang, aku baru saja terbangun lagi.. hamparan bintang telah lenyap di telan katulistiwa. Masih gelap, tapi semburat-semburat biru mulai muncul dari timur. Aku baru saja terjaga, kami berada di terminal terakhir sekarang.
Aku dalam perjalanan ke puncak Bromo sekarang. Beberapa makelar menawari ayahku Jeep. Tadinya aku mau naik ke Pananjakan, tapi jaraknya jauh sekali.. bisa-bisa kami ketinggalan fajar. Kata mereka, fajar di Bromo adalah hal yang sangat indah. Dari sana kami akan bisa juga melihat Mahameru yang sedang gonjang-ganjing marah. Beberapa hari ini Semeru mulai kentut-kentut, TV-TV mulai menyiarkan siaganya.
Akhirnya kami pun naik Jeep ke kaki Bromo. Disana aku disambut kuda-kuda. Kamu tau? Aku merasa seperti putri Mongolia di padang pasir… Menunggang kuda aku menapak padang pasir dan menanjak ke anak tangga kaki Bromo. Aku harus cepat-cepat, aku ingin melihat sang putra.
Bromo, 27 Desember 2008 5.25 AM
Sayang, kini aku berada di puncak Bromo. Tangganya tinggi sekali, tapi yang paling membuat menderita adalah bau asap belerang yang menyiksa hidung dan mata. Aku berusaha tahan, tapi aku ingin muntah sekali. Kututup mulut dan hidungku dengan selendang pashmina, berharap anak tangga ini akan segera berakhir.
Dia atas sini pemandangannya indah, aku bisa melihat samudra pasir yang terhampar di bawahku. Aku juga bisa menyanding Mahameru yang kadang berasap. Indaaaaaah sekali, aku melihat sebuah pura hindu disana, tahukah kamu sayang? Masyarakat disini adalah mayoritas hindu, seperti hindu di Bali. Mereka masyarakat pelarian dari zaman Majapahit dulu. Aku baru tau fakta itu…
Kawah Bromo mengeluarkan asap belerang yang menyiksa, aku mengambil beberapa foto ke dalam kawah. Tiba-tiba orang-orang berteriak ‘itu dia..itu dia..’ Ternyata sang putra yang ditunggu-tunggu akhirnya hadir juga. Sang putra Fajar, Mentari yang lahir dari celah antara kawah Bromo dan barisan Semeru di ufuk sana.
Sudahkah aku pernah ceritakan padamu? Aku punya kedekatan khusus dengan sang Putra… Mentari yang menjadi lambang kekuatan semesta. Bagiku, sang putra adalah inspirasi. Akan kuceritakan nanti lebih banyak tentang Surya Sang Putra ya... tapi kini aku harus bergegas, kami akan pergi ke samudra pasir. Mendengarkan pasir membisikkan pesan-pesan dari dunia angin yang tak kukenal.
Samudera Pasir , 27 Desember 2008 7.00 AM
Samudera pasir.. aku tau sekarang kenapa disebut samudera… padang pasirnya seperti tak berujung, bergelombang-gelombang ditiup angin. Aku berjalan bertelanjang kaki, merasakan kasar pasir yang menggelitik telapak kakiku. Langit biru dengan lukisan tanganNya tergambar disana dengan tinta putih, awan-awan yang ditorehkan dengan kuas surgawi.. Seandainya kamu disini… aku rindu kamu.. dan aku membiarkan bisikkanku ditiup dibawa angin yang berhembus. Membawa rinduku melintas daratan jawa.. menyusup ke dalam mimpimu yang lelap.
Aku mencari batang-batangan keras, dan berjongkok. Aku menuliskan namamu di samudera itu. Dibawa angin berhembus, pasir-pasir tertiup angin. Aku tahu, seperti pasir-pasir ini yang dimainkan angin, kita juga akan berubah. Aku akan berubah. Mungkin segalanya akan terasa berbeda besok, ya.. secepat itu berubah. Seperti samudera pasir ini yang dengan cepat sekali berubah, meniupkan namamu… tapi ajaib! Kamu harus melihatnya sayang… ketika angina itu berhembus.. pasir-pasir memang beterbangan, tetapi namamu masih terlihat cukup jelas disana.. ternyata aku menorehkannya lebih dalam dari pada apa yang kumaksud. Sehingga namamu itu akan terus disana, sampai mungkin nanti ketika aku telah melalui samudera pasir ini.
Aku harap bagitupun di hatiku. Aku harap, butuh lebih dari sekedar hembusan angin dan butuh lebih dari sekedar waktu yang singkat untuk menghapusmu dariku…
Savanna – Kaki Bromo, 27 Desember 2008 8.04 AM
Kami akan turun ke Malang, ayahku dapat informasi untuk turun melintas savanna di kaki gunung Bromo untuk turun ke desa Tumpang. Tuhanku! Indah sekali savannannya.. ternyata kita gak perlu jauh-jauh ke new zealand atau swiss untuk lihat semua pemandangan ini. Cukup di Bromo.. indah sekali pdang rumputnya, ditumbuhi pakis-pakis dengan warna padang yang khas. Jalan setapak yang berliku-liku ditutup batu-batu persegi yang kekuningan.
Bukit-bukit yang berbaris rapih, beberapa bagiannya disorot mentari pagi yang hangat, menghadirkan celah-celah kehijauan terang. Ilalang menari-nari begitu gemulai, searah kemana angin berhembus. Aku memandang lereng-lereng yang hijau diselimuti rumput dan pakis. Kamu harus liat ini, rajutan Ilahi!
Aku lihat dari dekat Semeru mengeluarkan gasnya ke angkasa, bergelung-gelung menjadi awan putih pekat yang ketika bebas langsung menjadi dirinya sendiri, jujur menjadi bentuk-bentuk yang mereka ingini. Tanpa peduli pada bumi.
Savanna ini adalah pemandangan terindah yang pernah kulihat di atas bumi. Indaaaaaah sekali. Hanya padang yang tenang dan sepi, tapi itu lebih membuatkan bergetar daripada kutatap menara angkuh Eiffel di Perancis sana atau megahnya Istana musim panas Raja di Brighton sana.. Hanya kelapangan sebuah padang yang seolah tanpa pagar, aku merasa lepas, jiwaku mengembara jauh mendahului SUV ayahku yang meluncur santai. Aku melihat jauhnya lembah-lembah dan bukit-bukit yang menyapa ramah. Ingin aku berteriak melepas segala rindu, melepas jiwaku terbang tinggi. Aku membuka jendela lebar-lebar, menyenderkan kepalaku di kaca mobil dan memandang padang yang seakan tak bertepi. Lalu aku tertidur...lelap sekali. Sungguh nyaman terlelap di buaian bumi yang hijau.. dan jiwaku yang lepas menari-nari di padang itu... aku tidur tanpa mimpi.
0 komentar:
Posting Komentar