Chiken Soup for The Toilet Eater

"Yuk makan" mungkin kata itu adalah kata yang paling mengerikan yang pernah kudengar. Pernah lihat kios permen dengan gulali warna-warni? Atau Istana Kembang Gula yang menjual coklat dan makanan aneka rasa-aneka bentuk? Pernahkah kau lewat sebuah kios makan dengan aroma masakan yang memanggil-manggil riang? Atau hanya sekedar mengecek dapur dan kau temukan Bolu Cinammon buatan Ibumu masih mengepul di atas meja? Mungkin bagimu itu adalah deskripsi yang indah, aroma yang lezat. Bagiku itu bahaya datang.

Dalam pandanganku, warna-warni yang bagimu menyenangkan adalah pelangi terburuk yang pernah kulihat, di mataku toko itu hitam putih. Di hidungku, aroma yang memanggil-manggil adalah aroma racun yang sedang di aduk penyihir koki jahat dengan spatula. Di mataku, bolu-bolu coklat terang itu mengepulkan cacing-cacing menjijikan yang menghamburkan bau busuk.

Makanan bagiku adalah musuh, merasakan perut yang terisi adalah malapetaka bagiku. Ibuku punya timbangan digital yang dapat mengukur berat sampai ke sepersepuluh kilogram. Aku naik ke atas timbangan kaca itu lebih dari 10 kali sehari. Sekali begitu aku bangun, sekali lagi setelah aku minum pil-pil diet dan segelas air, sekali setelah aku mandi dan pakai baju untuk berangkat sekolah. Lalu sekali begitu aku sampai rumah, sekali setelah makan, lalu sesudahnya setelah membersihkannya. Kadang aku menimbang sebelum dan sesudah tidur siang, atau ketika aku merasa telah duduk terlalu lama di depan tv atau komputer, aku takut karena kurang bergerak, timbanganku naik. Aku menimbang sebelum dan sesudah mandi dalam keadaan telanjang, aku ingin tahu berapa kulit mati yang kubuang setelah menggosok badanku kuat-kuat. Kadang aku menimbang setelah minum segelas penuh air. Dan tentu saja sesudah menghabiskan berjam-jam di gym, lalu menimbang lagi setelah segelas air sehabis olahraga. Kadang aku terbangun di malam hari, mengendap-endap keluar kamar dan menimbang. Percakah kau kalau kubilang, segelas air dan semangkuk soup itu beratnya sekitar 700 gram dan baju tebal dengan jaket itu beratnya lebih dari 500 gram.

Aku berolahraga cukup normal, setiap hari di hari keramas. Artinya dua hari sekali dengan jadwal kalori yang telah kubuat rapih. Aku lari di atas mesin sambil menonton Serial Shark. Lalu bersepeda sambil menonton Amazing Race, kadang ditambang eliptikal mesin sambil menonton Spongebob. Setelah berjam-jam berolahraga, aku menghitung semua kalori yang berhasil kubakar. Banyak perangkat gratis di Internet yang dapat membantu menghitungnya.

Aku membuat jadwal kalori dengan rapih, aku punya blog yang mencatat apa saja yang kumakan, berapa saja yang seharusnya kumakan, berapa yang kubuang, progres timbangan dan berbagai tips perangkat penghitung diet. Aku menghitung semua kalori makanan yang kutelan, pecarian data kalori makanan, bahkan makanan-makanan spesific seperti satu strip kentang goreng atau sekeping Pringles ada di website.Aku memandangi gadis-gadis bertungkai panjang dan ramping di website-website teman-teman maya yang memiliki obsesi sama sepertiku, minimal setengah jam setiap hari. Aku menonton dan berlangganan video di Youtube dan ikut berbagai mailing list. Percaya atau tidak, aku punya banyak teman-teman baik yang menyenangkan dari sana.

Kekuargaku cukup sibuk seharian, aku bisa makan di depan komputer di kamarku kapanpun aku mau. Aku selalu makan dengan dua buah mangkuk. Mangkuk atau piring pertama berisi makanan yang akan kumakan, mangkuk kedua kosong, akan menampung semua kunyahanku. Satu sampai dua kali sehari aku akan mengunyah sepiring makanan, makanan yang kusuka, setelah kukunyah lumat dan puas, kunyahannya kubuang ke mangkuk yang satu lagi. Lalu kumur dengan sedikir air dan lalu seteguk lagi untuk minum. Setelah itu semua sampah kubungkus dengan plastik, kubuang ke tong sampah depan rumah.

Aku minum kopi atau mengecek kulkas berkali-kali sebelum aku memutuskan akan benar-benar menelan apa. Sarapanku adalah dua butir pil diet dan dua butir minyak ikan. Aku tidak makan siang, kecuali kau menghitung semua mangkuk kunyahan adalah makan siangku. Camilanku setengah buah apel atau pir atau sepotong licorice yang kugigit sedikit-sedikit. Makan malamku adalah secangkir kopi hitam dengan dua butir pil diet.

Kalau aku harus makan besama keluargaku atau karena hasratku tak terhankan. Maka setelah itu kata yang keluar nyaris setelah sendok terakhir kutelan adalah : "Maaf, aku ingin pipis". Di toilet aku akan menunduk dengan sabar sambil mencolok-colok tenggorokanku. Makanan yang bahkan belum sampai lambung itu akan keluar dengan mudah. Aku memberikan istilah lucu untuk ini 'Toilet Feeding' dan menyebut diriku sendiri sebagai 'Toilet Eater'. Setelah itu aku akan menggosok gigi dan mencuci tangan dan wajah bersih-bersih. Setelah itu menarik napas panjang 3 kali dan menunggu selama 3 menit untuk mengambalikan rona wajah seperti semula. Orang-orang di meja makan tidak tahu bahwa pipis dapat mengubah warna wajah kan? Begitu ada kesempatan, secepatnya aku akan lari ke timbangan. Percaya atau tidak, berat sebelum makan dan setelah makan biasanya sekitar 700 gram-1 kg tergantung apa yang kau makan. Lalu berat setelah makan dan setelah Toilet Feeding adalah 1kg- 1.2 kg lebih ringan.

Toilet Feeding kadang tidak mengeluarkan semuanya secara bersih. Aku akan menghabiskan waktu berjam-jam duduk di atas toilet, kadang menghabiskan satu buah novel di atasnya. Kadang dibantu segelas teh kurus atau dua butir obat pencahar yang akan membuatku membuang apapun yang kumakan, walau itu hanya sepotong apel.

Perut penuh membuat perutku mual tak normal, moodku akan jatuh drastis, konsentrasiku buyar, satu-satunya yang kupikirkan adalah bagaimana menyingkirkan gumpalan batu sebesar batu bata yang menyelip di bawah dadaku. Kakiku tak akan berhenti bergoyang di bawah meja karena cemas. Pikiranku akan melayang-layang karena aku sibuk mencari jalan untuk muntah, menghitung waktu dan menjumlahkan angka-angka kalori di dalam kepalaku.

Kau bilang itu akan berbahaya? Kau bilang memuntahkan makanan itu termasuk penyakit gila nomor sekian dan secara psikologi itu namanya Bulimia? Anorexia? Body Dimorphic Disorder? Aku tahu, aku tahu konsekuensinya, bahkan aku tahu bahwa maut menunggu di depan pintu kamar mandiku setiap kali sesi Toilet Feeding. Tapi percaya deh, si malaikat maut itu telah menghampiriku berbaju putih dari keramik dan bermulut sebesar pantat. Dan dia telah memutuskan untuk menerima segala tumpahanku daripada mencabut nyawaku. Setidaknya itu yang telah ia lakukan selama hampir 6 tahun belakangan ini.

Kau bilang itu membunuhku? Kau salah, itu yang membuatku tetap hidup.

0 komentar:

Posting Komentar