Sambil melayang mencari wujudmu di seberang sana...
Mas aku takut. Entah kenapa sekarang hari-hari jadi berkabut untukku. Aku seperti pergi tanpa arah. Berputar-putar di hutan yang pohonnya tumbuh lebat sampai menghalau sinar mentari masuk menyentuh tanah. Padahal kau tau di luar sangat cerah beberapa hari ini. Aku seperti kehilangan titik emasku, titik yang biasanya kupakai bertahan kalau aku lelah berjalan. Titik terang keemasan yang biasanya ada di ujung jalanku, aku tahu masih jauh, tapi karena titik itu aku tetap berjalan.
Mas, kini semuanya tidak gelap, tapi juga tidak terang. Tidak cerah, tapi juga bukan badai. Aku di berada di tengah-tengah, mengawang, melayang, entah dimana. Sudah entah kali berapa aku terbangun dari mimpi-mimpi panjang yang aneh. Yang berkisah tentang putri-putri kesepian yang mengiris-iris lengannya sendiri. Atau mimpi kemarin tentang seorang yang terjebak dalam gedung dan koridor tanpa akhir. Beberapa mimpi lagi aku bahkan tak dapat ingat, tapi semua mimpi-mimpi itu berada padai ruangan yang penuh kabut. Dimana semua hal tampak samar, blur, dingin, kaku dan aku merasa sendiri walaupun dikelilingi banyak orang.
Mas, siang ini aku bahkan tak tahu jam berapa, baru setelah kulihat layar yang tak pernah kedip di mejaku, ku tahu bahwa hari ini hari Jumat. Pukul dua belas siang. Seperti biasa tubuhku gontai, lemas tidur terlalu lama. Tapi aku tak tahu lagi apa yang harus aku lakukan selain menonton mimpi-mimpi membosankan yang berkabut itu. Sudah berjam-jam aku duduk menghadapi layar ini, putih tak bernoda, dokumen baru. Tapi tak sepatah katapun berhasil kuketik disana. Sudah entah berapa tumpukan buku, kutelanjangi plastiknya satu per satu, kubaca ringkasan dibaliknya, kutimang-timang, kubuka dari depan ke belakang, dari belakang ke depan. Tapi tak satu barispun selesai kubaca dari bab pertamanya. Aku menyalakan TV besar di depan kamarku, membiarkannya berceloteh ramai dalam heningnya rumah sempit ini. Tapi, aku tak sanggup mencerna satu informasipun darinya, seakan segala yang diucapkannya terbang melintas di atas telingaku. Mas, kamu selalu bilang aku generasi Z, generasi yang mendewakan jaringan global tanpa akhir itu, maka kubuka berbagai informasi di layar ini, Paman Google yang kupuja, yang juga berhalamu. Tapi seperti yang kuduga, warna-warna dan tulisan-tulisan hanya menjadi samar diiringi bunyi scroll naik turun. Mas, aku semakin takut.
Beberapa kali aku ke lemari sepatu, memakai sendal dan ingin keluar. Tapi entah kenapa mentari yang dulu sahabatku menjadi sesuatu yang sangat mengancam sekarang. Seorang kawanku menelpon kemarin dan aku terkejut mendapati diriku lupa cara berkelakar! Aku lupa cara tertawa lepas, sesuatu yang sangat sering kulakukan dulu. Aku jadi meraba-raba kapan terakhir kali aku benar-benar berbincang-bincang dengan manusia sungguhan, bukan layar, bukan pula handphone, dan aku bahkan tak ingat itu. Mungkin sabtu, mungkin minggu lalu, entahlah, rasanya manusia jauh dari hidupku sekarang. Atau masihkah aku manusia, mas?
Entah kenapa dengan aku ini? Aku seperti kehilangan kemampuan untuk berinteraksi, berpikir, mengolah informasi. Aku marah sekali karena entah sudah berapa hari, aku tak juga menulis. Tulisan ini adalah hasil paksaan terhadap otak dan jemariku untuk melakukan sesuatu. Aku juga kehilangan kemampuan untuk membaca, Mas, kau tahu berapa banyak buku yang menangis-nangis diangguri di rak merahku? Bertumpuk-tumpuk! Bahkan sebagian masih dibungkus plastik.Sepertinya hanya dapat kulakukan adalah tidur dan terbenam dalam mimpi. Sering kali aku memaksa diriku untuk melakukan sesuatu, bahkan untuk makan atau mandi, tapi semua sel tubuhku berteriak minta kembali ke ranjang yang kukenal aman, bantal yang melindungi kepalaku dari hal-hal lain. Membungkus dengan kabut mimpi yang kubenci. Tubuhku benar-benar menolak melakukan apapun kecuali untuk memejamkan mata, walaupun tidak mengantuk dan lalu merasakan sensasi melayang-layang yang khas dan lalu terbang ke alam mimpi, kabut samar tak berbatas.
Aku bingung, aku sedih, aku tak tahu harus berobat kemana. Tak tahu harus katakan ini pada siapa, siapa manusia lain yang kupunya selain kamu diujung sana. Kehilangan arah kemana aku harus berjalan. Seakan aku lupa mimpi-mimpi dan tujuanku. Kehilangan minat akan semua bentuk tulisan yang dulu kupuja. Bahkan kini senja tak lagi menarik untuk kupandangi karena kini hanya semburat warna jingga yang berantakan. Mas, ingat diskusi tentang kematian kemarin malam? Aku bilang aku tak takut kematian karena aku tak tahu itu apa. Maka hari ini aku terbangun dari mimpi entah untuk keberapa kalinya dan aku merasa takut. Apakah ini adalah salah satu kematian yang kau maksud? Akhir dari segalanya, termasuk akhir dari minat terhadap aksara dan warna?
Tolong, Mas... bagaimana caranya aku dapat keluar dari lorong kematian ini, kalau memang ini adalah salah satu kematian yang kau takuti.
0 komentar:
Posting Komentar