Because the day I'm done with boys, I'm start looking for a man... And that day you came...
Hari dimana kamu akan memintaku adalah hari yang biasa saja, bukan hari yang begitu spesial. Kita berdua duduk di sebuah taman yang ramai akan anak-anak kecil. Aku bilang, kalau aku punya anak perempuan aku akan mendandani rambutnya, membawanya ke les piano dan mengajarnya melukis. Kamu bilang, kalau kamu punya anak laki-laki, kamu akan membawanya ke pertandingan sepak bola, kamu akan mengajaknya memancing dan membuatkannya rumah pohon. Kita akan tersenyum, saat seorang bocah lewat dengan mulut penuh es krim coklat, lalu kita akan berjalan pulang, melewati pasar dan membeli bahan-bahan makanan, karena hari itu adalah hari masak bersama untuk kita.
Kita akan memasak spageti, ya, pasta kesukaanku. Dan brusetta kesukaanmu. Kita juga membeli sekotak es krim coklat besar yang akan kita makan bersama sambil menonton serial kesukaanku. Lucu rasanya melihatmu berkutat dengan pisau dan tomat, berusaha sebisa mungkin membuat potongan tomat yang kecil dan berukuran sama. Aku jadi ingat betapa kamu sering mengulang-ulang membuat simpul dasi, karena bagimu ukuran dan simetrisitas itu cukup penting. Masakan siap, pasta buatanku harum, salmon dan ham. Brusettamu juga siap, tomat dan keju. Kita akan makan di meja tinggi, ditemani lilin dan wine italia yang kubeli di perjalanan lalu.
Kamu akan memutar sebuah lagu, yang membuatku terkejut karena lagu itu adalah laguku jaman SMA dulu. Lagu sebuah grup musik yang sangat kusuka. Kamu tanya, ingatkah aku dimana pertama kali kamu mendengar lagu ini. Aku jawab, aku lupa. Dan sambil setengah bergoyang kanan kiri, kamu bilang, lagu ini pertama kali kau dengar, aku yang memutarkan, di mobil setelah hujan deras, sambil mengantarku kembali ke kampus. Hari terakhir kita bertemu, sebelum kamu harus kembali ke kotamu belajar. Aku tertawa, kamu ingat hal-hal kecil seperti itu. Kamu bilang, semua hal yang menyangkut tentang aku adalah hal besar yang tak bisa dilupakan.
From the crowded space, there I saw messiah
I stepped into his embrace in flourescent fastfood lights
Melted by his gaze.
Hotter then hell’s fire
Hand in hand we walked on water and stoppped for a drink
While the blues guitar and piano set the night straight
We were in the kingdom of heaven for 20 hours...
Once upon a time,
I was sacrilegious
I did not believe in the existance of the lord
Came upon the day, epiphanically
He came down to rescue me and fell in love with me
Musik terus bersenandung, kita makan tanpa aturan yang jelas. Kamu ngotot memakan bruseta di akhir santapan. Aku iya saja. Toh pastaku harum menggoda. Kita akan berbincang-bincang tentang banyak hal. Tentang pekerjaanmu di perusahaan baru, tentang promosimu yang berjalan lancar minggu lalu. Tentang keponakanmu yang kini sudah besar. Aku akan bercerita banyak hal, tentang thesisku yang selamat di terima supervisorku, tentang rencana aplikasi internshipku yang lolos di beberapa organisasi. Kamu bilang kamu bangga padaku, aku tersenyum, saat kau menawarkan bruseta buatanmu.
Hanya ada satu roti yang ditungkup dengan roti lain, aku bilang itu sandwich bruseta, bukan bruseta benar seperti di italia. Kamu diam saja dan menyuruhku membuka rotinya. Aku tertawa, aku punya perasaan yang menggelitik di dadaku. Dan benar seperti dugaanku, sebuah cincin emas putih dengan sebuah mata mungil duduk di atas tomat-tomat yang kau potong susah payah. Kamu akan menatapku, kamu bilang kamu memenuhi janjimu ketika kita remaja dulu. Kamu tidak pernah memintaku menjadi seorang pacar, kekasih.. karena kamu tahu suatu saat di waktu yang tepat, saat kamu telah menjadi seorang pria sejati, dan aku telah menjadi seorang wanita, kamu akan memintaku menjadi pendampingmu. Jadi seraya kamu mengambil cincin yang berlumur tomat itu, kamu akan meraih tanganku dan bertanya sepenuh hati, bolehkah kamu memintaku sekarang. Aku akan mengangguk perlahan, takjub oleh memorimu, aku ingat kau pernah bilang, jika kita memang diciptakan untuk satu sama lain, kamu akan menunggu dengan setia, sampai ada waktu yang tepat untuk kita berdua. Waktu itu aku tertawa, aku bilang, jalan kita masih panjang. Dan kita sampai juga di jalan itu, kamu akan memakaikan cincin itu di jariku. Dan untuk pertama kalinya selama bertahun-tahun kita bersahabat, kamu bilang, kamu cinta padaku.
Kamu telah menjadi sahabat terbaikku bertahun-tahun, kamu adalah seorang yang kucari ketika aku putus cinta, kamu juga seorang yang aku telpon ketika pertama kali ujianku berhasil, tapi kamu juga adalah orang yang membuatku kesal minta ampun, dengan balasanmu yang singkat-singkat di chatting. Aku dan kamu bertemu banyak orang dalam kehidupan yang tidak sebentar ini. Aku berkencan dengan beberapa laki-laki, dan pulang menggerutu tentang kegagalan kencanku padamu di telepon. Kamu hanya tertawa, kamu pernah bilang kalau suatu saat dalam perjalanan, aku atau kamu bertemu dengan orang lain dan merasa cocok, berarti kita belum berjodoh sampai disitu. Tapi kamu tahu? Seberapa jauhnya aku berjalan, entah dimana kita bersinggungan lagi di tempat yang berbeda.
Aku membawamu di dalam doa-doa malamku. Dan untuk pertama kalinya selama hidupku yang baru belasan tahun, aku sadar, kamu akan menjadi sahabat bagi hidupku. Aku tak bisa menjelaskan rasa yang muncul di hatiku. Bagiku itu iman, mengimani bahwa kita tak akan kemana-mana, kita tak akan pergi jauh-jauh. Seberapa jauhpun kita mencoba melihat dunia, kamu tahu kamu punya rumah di hatiku dan aku tahu aku punya istana di dalam hatimu yang terdalam.Dan akhirnya, kita pulang pada rumah kita masing-masing. Hidup kita panjang, sangat panjang, sedangkan perjumpaan kita adalah sepotong kecil dari hidup kita yang begitu panjang. Akan ada waktu bagi kita untuk berbagi kehidupan di waktu-waktu yang akan datang.
Kamu percaya bahwa Tuhan menciptakan setiap manusia berpasang-pasangan? Aku percaya dan entah kenapa, seorang malaikat mengetuk hatiku pada sebuah pagi, memintaku untuk menjaga hatiku untukmu, lalu ia pergi dan tak pernah kulihat lagi.
Hari dimana kau akan memintaku, adalah hari yang biasa saja, bukan hari yang begitu spesial. Tapi seperti persahabatan kita yang tumbuh perlahan searah dan sejalan dengan waktu, cinta kita tumbuh pula sekuat itu. Aku tak perlu persahabatan yang luar biasa dengan orang paling luar biasa sedunia, aku cukup jauh hati pada seorang sahabat biasa dan kalau nanti putra putri kita tanya, sejak kapan kita yakin untuk saling mencintai, kita akan jawab, sejak kita menjadi sahabat. Karena jatuh cinta pada sahabatmu yang biasa saja, adalah hal paling luar biasa di dunia.
While the blues guitar and piano set the night straight
We were in the kingdom of heaven for 20 hours...
No it’s not only for 20 hours, it’s forever ever after..
==========
ini fiksi, ini cerpen iseng.. ini doa..
-___- i know there's something wrong with this couch. this make me feel to write shity things :P aaah..

0 komentar:
Posting Komentar