Desa Teluk Meranti adalah satu dari sekian desa di Semenanjung Kampar yang memiliki beratus-ratus hektare hutan lahan gambut. Greenpeace membangun Kamp Pembela Iklim di Teluk Meranti untuk menolak pengerusakan hutan yang terjadi di Semenanjung Kampar, khususnya Desa Teluk Meranti. Saya mendapat kesempatan untuk mengantar dan menemani Krisna Mukti, bintang iklan dan bintang televisi yang ingin memberikan dukungannya sebagai supporter Greenpeace kepada penduduk Teluk Meranti dan juga para aktivis yang sedang dituntut oleh kepolisian atas aksi mereka minggu lalu.
Kamis, 19 November 2009
Saya, Krisna Mukti dan Mba Milla (asisten pribadi Mas Krisna) tiba di Pekanbaru di pagi hari, saat itu cuaca terik, Pekanbaru bersuhu hampir 40 derajat celcius. Kami berkendara ke Polres Pelalawan (1 jam dari Pekanbaru) untuk memberikan dukungan kepada 18 aktivis Greenpeace yang sedang wajib lapor dan menjadi tersangka di kasus RAPP. Setelah makan siang, kami pun melanjutkan perjalanan, di jalan truk-truk Fuso bermuatan biji sawit, kayu alam dan truk-truk tertutup menjadi pemandangan yang tak putus-putus. Memasuki daerah Kerinci, di kanan kiri jalan mulai terlihat pemandangan yang mengenaskan. Hutan-hutan gundul dilahap RAPP dan sebagian lagi dilahap perusahaan kertas lain, Sinar Mas. Beberapa lokasi yang bekas dibakar masih meninggalkan asap-asap tipis. Sebagian lagi dibiarkan gundul. Jalan melintas Kerinci – Binjai dibuat perusahaan baru 1 tahun terakhir ini untuk keperluan transportasi alat-alat berat, sebelumnya Kerinci – Binjai harus ditempuh menggunakan speed boat atau pong-pong selama kurang lebih 11 jam.
Saya dan rombongan Krisna Mukti sampai di desa teluk Meranti setelah berkendara kurang lebih 5 jam dari Pekanbaru. Saat kami tiba, air sedang pasang, sedangkan Kamp Pembela Iklim dapat ditempuh dari desa menggunakan speed boat selama kurang lebih 10 menit. Keadaan camp cukup baik, punya tempat shower, kamar mandi kering, aula besar, kamar-kamar dan beberapa deck yang tadinya digunakan untuk tempat solar panel. Malam pertama di camp sungguh menantang, kalau malam nyamuknya banyak, belum lagi serangga-serangga hutan lain yang beberapa dari mereka bisa meracun kalau mengggigit. Jam 10 diesel dimatikan, kami pun mencoba tidur di balik kelambu ditemani suara serangga hutan yang terus bernyanyi.
Jumat, 20 November 2009
Setiap pagi, penghuni kamp dibangunkan pukul 6 tepat, sarapat pukul setengah 7 dan pukul 7 para relawan pergi ke kanal untuk meneruskan pembendungan air gambut. Saya, Mas Krisna dan Mba Milla ikut rombongan relawan yang pergi ke kanal untuk melihat dan membantu pembangunan bendungan.
Setelah naik Pong-pong (perahu diesel) sekitar 20 menit kami sampai di perairan yang dangkal yang luas. Pasirnya halus dan berlumpur, di beberapa tempat pasirnya dapat menghisap. Di ujung kanal, pemuda-pemuda sedang mengisi karung-karung dengan pasir. Konstruksi bendungan yang dibuat dari kayu perlu diisi karung-karung pasir supaya kuat. Pembendungan ini penting untuk menahan air gambut agar lahan gambut tetap tergenang dan basah. Kanal-kanal (sungai buatan) dibuat oleh masyarakat untuk mengalirkan kayu-kayu hasil logging (aktivitas logging berakhir tahun 2004).
Sebagian kanal dibuat oleh perusahaan untuk mengeringkan lahan gambut. Padahal lahan gambut yang kering mudah terbakar dan melepaskan CO2 lebih banyak ke atmosphere.
Kami membantu memasukkan beberapa karung pasir ke dalam konstruksi bendungan, setelah itu berenang di kanal air gambut yang berwarna merah kecoklatan. Walaupun warnanya coklat, air gambut sangat jernih dan dapat diminum, namun air gambut mengandung kandungan asam yang tinggi sehingga tidak baik untuk gigi dan usus.
Dari kanal, kami pergi ke desa Meranti. Di desa, penduduk sangan antusias menyambut Krisna Mukti yang datang untuk mengundang siswa-siswi SMP untuk lomba pantun di camp. Setelah sholat jumat dan pengajian dengan Ibu-Ibu PKK, kami kembali ke camp. Penduduk begitu senang dikunjungi public figur, mereka berebut minta foto dan berkenalan. Mas Krisna sangat senang bisa bertemu dan memberi dukungan langsung kepada penduduk desa teluk Meranti. Sebelum kembali ke camp, kami dibekali berbagai kerajinan tangan hasil ibu-ibu PKK.
Siang harinya, Bono datang. Bono adalah gelombang yang terbentuk karena pertemuan pasang air laut dengan arus sungai menuju laut. Hal ini menyebabkan gelombang seperti tsunami kecil yang bisa sampai setinggi 2 meter. Bono atau gelombang yang bertemu biasa terjadi di semua sungai yang berakhir di laut, namun fenomena Bono ini terkenal hanya di Sungai Kampar dan Sungai Amazon.
Para pengemudi Pongpong biasanya bermain bono dengan mendekati gelombang itu saat Bono datang dan lari ketika Bono mendekat. Saat arus balik atau biasa disebut dengan Bono pulang, di atas pongpong rasaya seperti bermain selancar.
Sabtu, 21 November 2009
Pagi ini kami pergi ke Kawasan Kerumutan, kawasan seluas 100 ribu hektare yang beruntung mendapatkan SK dari pemerintah untuk menjadi hutan lindung. Sementara ribuan hektare di sekitarnya habis digunduli perusahaan. Kawasan Kerumutan dapat ditempuh dari camp menggunakan Speedboat selama kurang lebih 20 menit.
Mendekati kawasan Kerumutan, lebar sungai mengecil, di kanan-kirinya hutan lahan gambut hijau yang masih perawan terbentang luas. Kami sangat menikmati suasana alam yang masih sangat asri, di kawasan kerumutan ada beberapa kelompok rumah apung. Kami bertamu ke beberapa rumah, di sana kami dijamu dengan sangat ramah. Kami mencoba makanan-makanan lokal seperti pindang telur ikan dan ikan-ikan hasil tangkapan para nelayang pong pong.
Kami naik kano ke arah sungai yang lebih kecil lagi ke dalam hutan. Disana, udaranya sangat segar dan kayu-kayu melintang membuat kamu harus berhati-hati mengayuh kano agar tidak karam. Setelah itu kami turun ke dalam hutan yang digenangi air sedalam paha. Ada juga batang berair yang kaya akan vitamin C. Pengalaman masuk hutan adalah pengalaman masuk hutan gambut pertama bagi saya. Sungguh sedih mengingat ribuan hektare lain telah habis. Stop habisi hutan, hutan masa depan kita.
Perjalanan ke Riau dan khususnya ke Semenanjung Kampar merupakan pengalaman yang tidak terlupakan. Melihat secara langsung bagaimana hutan kita digunduli dan bagaimana kondisi sosial masyarakat yang tidak juga membaik ketika tanahnya dirampas oleh ketidak tahuan mereka.
Sore terakhir di Camp, sebuah pelangi muncul di kejauhan. Melintang naik ke atas awan yang mendung. Saya menyadari bahwa alam masih berbaik hati memberikan kita segala yang kita butuhkan. Tapi sampai kapan kita terus memeras tanpa memberikan timbal balik kepada alam yang sudah memberi? Suatu saat kita akan sadar, ketika ikan terakhir sudah melayang mati di air, ketika sungai tidak lagi dapat diminum, ketika pohon terakhir tumbang, dan ketika kita tidak lagi dapat melihat pelangi di langit, kita akan sadar bahwa kita tidak akan pernah bisa menelan uang.
0 komentar:
Posting Komentar